Rusia Tetap Jaya Produksi Minyak Mentah, Walau Diberi Sanksi AS

17
Presiden Rusia Vladimir Putin

BeritaYogya.Com – Perang Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari enam bulan terhitung sejak Februari 2022. Dalam keadaan terus berperang, Rusia justru meraup banyak keuntungan dari peristiwa ini. Padahal, Amerika Serikat dan sekutunya sudah memberikan sanksi, agar Rusia tidak bisa memperoleh pendapatan dari sektor energi.

Ada dua indikator mengapa Rusia berhasil meraup keuntungan dari minyak mentah selama perang Rusia-Ukraina terus berlangsung.

Indikator pertama yaitu produksi minyak mentah milik Rusia yang terhitung selalu stabil. Menurut data dari Statista, produksi minyak mentah Rusia kembali meningkat dari penurunannya pada bulan Maret 2022 dan stabil di level 9 juta barel per hari hingga Juli 2022 lalu. Hal ini membuktikan bahwa produksi minyak Rusia terbukti tangguh, meskipun negara-negara Eropa dan Barat memberikan sanksi kepada Rusia.

Wakil Menteri Rusia Alexander Novak memprediksikan produksi minyak mentah Rusia pada tahun ini akan meningkat di kisaran 520-525 juta ton, setelah mencapai 524 juta ton pada 2021.

“Kami memproduksi persis sebanyak yang kami mampu produksi dan jual. Produksi kami sedikit meningkat, situasinya membaik seperti yang Anda lihat. Jika situasinya terus stabil, perusahaan akan menemukan pasar baru dengan percaya diri. Saya pikir produksi akan meningkat,” ujar Novak.

Diketahui, ketika perang Rusia-Ukraina mencuat pada Februari 2022, Uni Eropa dan negara Barat kompak memberikan sanksi ekonomi terhadap minyak dan gas Rusia. Saat pemberian sanksi tersebut, Rusia sudah mengalihkan minyak mentahnya ke Asia.

International Energi Agency (IEA) melaporkan pada Juni 2022, China telah menyalip Eropa untuk menjadi pasar teratas minyak mentah Rusia, di mana mengimpor sebanyak 2,1 juta barel per hari, lebih banyak dari pada impor ke Eropa yang hanya sebanyak 1,8 juta barel per hari.

Pada Juli 2022, India juga mengimpor minyak mentah dari Rusia sebanyak 877.400 barel per hari. Selain itu juga, data dari Refinitiv Eikon menunjukkan bahwa Turki telah meningkatkan impor minyak Rusia, termasuk jenis Ural dan Siberian Light dengan volume mencapai 200.000 barel per hari di periode Januari hingga Agustus 2022. Angka tersebut meningkat dari periode yang sama tahun 2021 yang hanya berada di 98.000 barel per hari.

Peningkatan impor tersebut terjadi setelah Vladimir Putin dan Presiden Turki Tayyip Erdogan bertemu pada awal Agustus 2022 lalu dan sepakat untuk meningkatkan kerja sama bisnisnya.

Indikator kedua, minyak mentah Rusia unggul dari harga yang lebih murah dibandingkan dengan minyak mentah dunia. Pada awal April 2022, Rusia bahkan menjual minyak mentahnya dengan diskon hampir US$ 35 per barel dari harga acuan minyak mentah dunia jenis Brent.

Keunggulan tersebut membuat Rusia mendapat banyak keuntungan hingga transaksi berjalannya (current account) terus mencetak rekor tertinggi.

Selain itu, Rusia juga unggul dari sisi politik. Rusia mampu mempertahankan pengaruhnya di dalam aliansi OPEC+. Beberapa waktu lalu, Wakil Menteri Rusia Alexander Novak mengunjungi Arab Saudi, kemudian OPEC+ mengumumkan untuk membatasi peningkatan produksi minyak mentahnya guna menjaga harga di pasar.

Jika harga minyak mentah dunia bertahan di harga yang tinggi, tentunya akan membuat Rusia semakin diuntungkan. Di sisi lainnya, kenaikan harga komoditas dunia telah menekan ekonomi dari negara-negara yang bergantung dengan impor. Negara-negara di Eropa sudah merasakannya, krisis energi, inflasi yang tinggi juga melanda.

Inflasi di Jerman sendiri pada bulan Juli tercatat sebesar 7,5% yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, sementara di zona euro sebesar 8,9% yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

Kemudian, di Inggris inflasi melesat 10,1% menjadi yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here