BeritaYogya.Com – Panitia khusus (Pansus) rancangan peraturan daerah (raperda) kesehatan jiwa DPRD DIY melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (Public Hearing) pada Rabu (24/08/2022) di Ruang Rapur Lt. 2, Gedung DPRD DIY.
Rapat dipimpin langsung oleh Syukron Arif Muttaqin S.E selaku Ketua Pansus dan turut dihadiri oleh anggota Pansus, Tim Ahli Penyusun Raperda Kesehatan Jiwa, OPD, serta berbagai elemen masyarakat yang terkait.
Dalam rapat dengar pendapat ini Pansus mengundang berbagai stakeholder untuk dapat memberikan masukan terkait dengan raperda Kesehatan jiwa.
Siti Mulyani perwakilan dari Puskesmas Kasihan 2 memberikan masukan salah satunya terkait usulan pengaturan kartu penyandang disabilitas sebagai bentuk kepedulian dan dukungan terhadap pasien, terdapat penjadwalan psikiater di puskesmas dan menyelenggarakan program integrasi antara RSJ dengan puskesmas, membuat rumah-rumah rehabilitasi di semua kabupaten untuk pasien-pasien jiwa yang belum pulih. Adanya pengembangan system informasi tentang kesehatan jiwa.
LKS Yakkum, memberikan usulan UU No 8 Tahun 2016 sebagai rujukan karena UU tersebut lebih baru daripada UU Kesehatan Jiwa, perlu adanya program kegiatan yang dapat memonitoring dan mengevaluasi penyelenggaraan panti-panti rehabilitasi yang ada di masyarakat.
Sita dari Universitas Sanata Dharma memberikan masukan agar dalam perda ini tidak hanya menyoroti aspek Kesehatan saja tetapi juga mencakup sisi sektor pendidikan, ekonomi dan sosial.
Sukantoro, selaku perwakilan dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta memberikan usulan pada Pasal 9, berupa penambahan mengenai upaya menumbuhkan pemberdayaan masyarakat secara spesifik melalui upaya promotif dari sektor keagamaan. Beliau juga mengusulkan, perlu dibedakan antara Fasyankes pelayanan dasar di puskesmas dengan Fasyankes lain yang lebih bersifat pelayanan privat atau individu.
Selain penambahan, terdapat usulan dari Kristina perwakilan dari Perhimpunan Jiwa Sehat, untuk mengubah istilah ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) dengan istilah yang lebih humanis yakni, penyandang disabilitas mental.
“Perlu dimasukkan juga UU No 19 Tahun 2016 tentang Pengesahan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, PP No 13 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi, PP No 13 Tahun 2020, dan peraturan-peraturan lain soal disabilitas, ” tambah Kristina.
Penyampaian aspirasi, saran, masukan dari berbagai pihak, menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi untuk Raperda ini.
Dr. R. Stevanus C. Handoko S.Kom., MM anggota pansus Kesehatan jiwa dari Partai Solidaritas Indonesia menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak yang hadir.
“Perda ini dibuat diharapkan dapat menjadi payung hukum yang tepat, sesuai kebutuhan real di masyarakat dan sesuai juga dengan perkembangan jaman. Maka diharapkan rancangan perda ini juga dapat mengakomodir masukan terkait dengan UU terbaru dan terkait dengan Kesehatan jiwa dan hal terkait lainnya”, tegas Dr. R. Stevanus.
“Saya setuju dengan tidak lagi menggunakan istilah orang dengan gangguan jiwa yang berkonotasi negative dan menjadi stigma buruk di masyarakat, tapi sudah menggunakan istilah orang penyandang disabilitas mental. Sesuai dengan UU no. 8 tahun 2016”, tutup Dr. R. Stevanus