BeritaYogya.Com – Netralitas presiden dalam pemilu merupakan hal yang penting untuk menjaga demokrasi yang sehat. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat, karena sikapnya dapat mempengaruhi hasil pemilu.
Dalam konteks Pilpres 2024, Presiden Joko Widodo dihadapkan pada tantangan yang cukup besar untuk menjaga netralitasnya. Hal ini dikarenakan putranya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Suka tidak suka karena karpet merah yang tersedia melalui keputusan MK 90 dengan memberikan batasan usia 40 atau telah/sedang memimpin Kepala daerah, berhak dicalonkan sebagai capres atau cawapres, inilah yang menjadi peluang jalan tol bagi Gibran ketika menerima pinangan dari Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden. Persepsi publik pun mengaitkan dengan posisi ketua MK yang merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo. Publik menjadi menjadi gamang karena posisi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga benteng konstitusi bisa dibajak untuk kepentingan keluarga demi melanggengkan kekuasaan. Akibatnya terjadi gonjang-ganjing politik di awal pendaftaran capres dan cawapres.
Meski telah menyatakan netralitas, namun sejumlah pihak masih meragukan sikap Presiden Joko Widodo. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah peristiwa yang dinilai sebagai bentuk keberpihakan presiden, seperti pertemuannya dengan para calon presiden tertentu yang lebih sering dan pemberian fasilitas negara kepada Gibran selaku anak presiden.
Dari perspektif kepemimpinan, netralitas merupakan salah satu prinsip penting yang harus dipegang oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang netral akan mampu mengambil keputusan yang objektif dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Akan tetapi dalam kasus pilpres 2024 ini, yang secara ideologis dan biologis anak kandungnya maju sebagai calon wakil presiden ini jadi menafikan kenetralitasan Presiden Joko Widodo. Apalagi dengan mengganti Panglima Tertinggi TNI yang mestinya masih memiliki peluang akan tetapi dipercepat dilakukan penggantian sehingga hal ini menimbulkan kecurigaan publik dan bertanya-tanya kenapa dan mengapa perlu diganti lebih cepat. Spekulasi masyarakat pun menduga-duga akan ada pengkondisian melalui kerja-kerja komando, yang tidak mustahil untuk untuk memenangkan Gibran.
Dalam konteks Pilpres 2024, maka Presiden Joko Widodo selaku pemimpin pemerintahan dan Kepala Negara harus dan perlu untuk menunjukkan sikap netralitas yang tegas dan konsisten. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
- Menghindari pertemuan dengan para calon presiden secara pribadi.
- Tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan Gibran.
- Menjaga jarak dengan partai politik dan kelompok tertentu.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Jika Presiden Joko Widodo dapat menunjukkan sikap netralitas yang tegas dan konsisten, maka hal ini akan menjadi contoh yang baik bagi para pemimpin lainnya. Selain itu, hal ini juga akan membantu menjaga demokrasi yang sehat di Indonesia.
Berikut adalah beberapa butir yang dapat menjadi pertimbangan dalam menilai netralitas Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2024:
- Pernyataan sikap netralitas. Presiden Joko Widodo telah menyatakan netralitas dalam Pilpres 2024. Namun, pernyataan ini perlu diiringi dengan tindakan yang nyata untuk menjaga netralitasnya. Bukan sebaliknya berbicara netralitas tetapi di belakang memerintah untuk pemenangan calon tertentu.
- Perilaku dan tindakan. Sikap netralitas Presiden Joko Widodo dapat dilihat dari perilaku dan tindakannya. Jika presiden terlihat lebih dekat dengan salah satu pasangan calon, maka hal ini dapat menimbulkan kecurigaan adanya keberpihakan.
- Pengaruh presiden. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Oleh karena itu, setiap tindakan dan kebijakannya dapat berdampak pada hasil pemilu.
Dengan mempertimbangkan butir-butir tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa netralitas Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2024 masih menjadi suatu hal yang mungkin. Namun, hal ini membutuhkan komitmen dan upaya yang kuat dari presiden untuk menjaga netralitasnya. Akan tetapi juga menjadi keniscayaan ketika anak kandung dan biologisnya maju sebagai cawapres dari calon presiden Prabowo Subianto. Publik sudah menduga ini akan menjadi rentetan yang panjang dalam proses pemilihan presiden. Upaya untuk memenangkan pun akan dilakukan sekuat tenaga (all out). Demikian pula, manakala terjadi kekalahan maka akan dilakukan banding melalui Mahkamah Konstitusi, apalagi jika ketua konstitusi masih adik ipar presiden Joko Widodo, maka upaya untuk menang pasti dilakukan. Ini yang berbahaya dan bisa menimbulkan kegaduhan perpolitikan di Indonesia. Kegaduhan politik yang timbul jika diikuti dengan gerakan ketidakpuasan masyarakat, yang akan muncul dan yang harus dihindari adalah gerakan people power. Oleh karenanya perlu diantisipasi dengan wujud nyata netralitas Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi untuk menjaga keharmonisan dan kondusifitas masyarakat.
Oleh karenanya perlu upaya yang dilakukan untuk mengontrol netralitas presiden Joko Widodo dan seluruh jajaran birokrasinya, agar bebas dari kepentingan politik, dengan :
- Memperkuat lembaga-lembaga pengawas pemilu (Bawaslu). Lembaga-lembaga pengawas pemilu harus memiliki kewenangan yang kuat untuk mengawasi setiap tindakan dan kebijakan presiden yang dinilai dapat mempengaruhi hasil pemilu.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam setiap proses yang berkaitan dengan pemilu. Pemerintah harus terbuka dan transparan dalam setiap kebijakan dan tindakannya. Hal ini akan membantu masyarakat untuk menilai apakah presiden bersikap netral atau tidak.
- Meningkatkan kesadaran dan daya kritis masyarakat tentang pentingnya netralitas presiden. Masyarakat perlu memahami pentingnya netralitas presiden dalam pemilu. Hal ini akan membantu masyarakat untuk mengawasi dan mengevaluasi terhadap sikap presiden.
Jika Presiden Joko Widodo dapat menunjukkan sikap netralitas yang tegas dan konsisten, maka hal ini akan menjadi contoh yang baik bagi para pemimpin lainnya, juga akan membantu menjaga demokrasi yang sehat di Indonesia serta menjauhkan dari gonjang ganjing perpolitikan di Indonesia, yang mana saat ini masih dalam suasana batiniah yang terporak-porandakan karena gempa politik.
Sebagai penutup maka suatu harapan dan doa agar NKRI dijauhkan dari bencana perpolitikan serta dikaruniai pemilu yang damai dan sejuk, jauh dari hingar bingar caci maki dari para pendukung capres dan cawapres. SiapĀ menang dan siap kalah secara legowo dengan jujur dan adil. Surodiro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti.
Artikel Opini oleh :
Dr. S. Djuni Prihatin
Staf Pengajar PSdK
Fisipol, Universitas Gadjah Mada