BeritaYogya.com – “PayLater” merupakan istilah yang kini sangat populer. Istilah ini mengacu pada layanan atau program yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pembelian dan melakukan pelunasan nanti, biasanya dalam jangka waktu yang lumayan lama. Layanan Paylater ini ditawarkan oleh beberapa Perusahaan fintech atau lembaga keuangan yang memiliki berbagai variasi, seperti pinjaman tanpa agunan, kredit konsumen, hingga opsi pembayaran lainnya yang fleksibel.
Sampai saat ini, berbagai bentuk perdagangan elektronik telah bekerja sama dengan perusahaan teknologi keuangan untuk mengajukan pinjaman. Contohnya adalah Gopay yang menawarkan layanan PayLater, OVO dengan OVO PayLater, serta berbagai perusahaan platform seperti Traveloka, Shopee, Kredivo, dan lainnya yang memberikan opsi paylater kepada pengguna.
Kaum muda saat ini sangat marak dalam menggunakan Paylater. Sayangnya, penggunaan layanan ini kadang tidak tepat dan hanya digunakan untuk memenuhi gaya hidup sehingga timbul hutang yang menumpuk. Kurangnya literasi menjadi salah satu penyebab kaum muda generasi milenial dan gen z terjerat Paylater.
“Sayangnya, sistem pembayaran paylater ini mendorong kalangan muda terjerumus dalam perilaku konsumtif karena hanya dengan sentuhan layar mereka dapat membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan. Bahkan, sebagian memesan makanan, tiket pesawat, dan hotel untuk berlibur meskipun sedang tidak memiliki uang. Akibatnya, banyak anak muda yang terjerat utang hingga puluhan juta karena tidak mampu melunasi pembayaran,” ujar Prita, dilansir dari tempo.com
Guna menghadapi situasi tersebut, Prita mengemukakan pentingnya pemahaman tentang pengelolaan finansial bagi generasi muda. Berdasarkan kerangka kerja yang dikembangkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terdapat tiga aspek kunci dalam menilai literasi finansial, yaitu pengetahuan, perilaku, dan sikap. Melalui literasi finansial ini, generasi muda dapat mengembangkan pola perilaku yang bertanggung jawab saat berbelanja, sehingga tidak terjebak dalam pola konsumtif yang berlebihan.
Dalam manajemen keuangan, anak muda bisa menggunakan sistem pemisahan rekening, misalnya untuk pos biaya hidup (50 persen) gunakan rekening tabungan, pos tabungan (30 persen) gunakan rekening investasi, dan pos gaya hidup (20 persen) gunakan dompet digital. Dengan begitu, keuangan lebih terkontrol dan perilaku konsumtif generasi muda dapat menurun,” kata Prita selaku CEO Zapfinance.
Bhima Yudhistira Adhinegara, selaku Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) juga menekankan bahwa kunci fundamental untuk menghindari risiko paylater adalah dengan melakukan pendekatan edukatif yang terus-menerus. Pendekatan ini dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan, tokoh masyarakat, komunitas, serta para pengaruh (influencer).