BeritaYogya.Com – Dunia tengah dihadapkan pada gejolak baru. Ancaman kebijakan Import Tax ala Donald Trump, depresiasi rupiah terhadap dolar AS, serta penurunan indeks saham Asia menjadi sinyal keras akan potensi tekanan ekonomi global yang mungkin berkepanjangan.
Menurut Dr. Raden Stevanus Christian Handoko, S.Kom., M.M, anggota DPRD DIY Sebagai Kota Budaya dan Kota Pariwisata, Yogyakarta justru memiliki fondasi ekonomi yang sangat adaptif. Budaya yang hidup, pariwisata yang inklusif, serta masyarakat yang kreatif adalah kombinasi kunci untuk menjawab tantangan zaman.
“Budaya di DIY bukan sekadar warisan, tapi sumber penghidupan. Dari batik, kerajinan kayu, kulit, hingga seni pertunjukan dan kuliner tradisional, semuanya tidak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi potensi ekonomi tinggi”, ungkap Dr. Raden Stevanus.
Produk-produk budaya ini telah terbukti tangguh di pasar ekspor, termasuk ke Amerika Serikat. Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik DIY, pada Januari 2025, nilai ekspor DIY ke AS mencapai US$17,43 juta atau setara dengan 40,2% dari total ekspor DIY.
Pariwisata menjadi sektor strategis DIY yang bukan hanya menyerap tenaga kerja, tapi juga menciptakan efek ganda pada UMKM, kuliner, transportasi, hingga industri kreatif lokal.
“Di tengah potensi ketidakpastian global, wisata berbasis budaya lokal, wellness tourism, dan pengalaman otentik menjadi alternatif utama wisatawan mancanegara, dan Yogyakarta punya semua itu”, ungkap Dr. Raden Stevanus.
Dalam era digital, pariwisata dan budaya bukan hanya bisa dipasarkan ke dunia, tetapi bisa diekspor dalam bentuk pengalaman, karya seni, bahkan lisensi digital. Produk-produk budaya DIY kini banyak diburu di platform internasional, hingga media sosial kreatif.
“Namun untuk itu, pemerintah daerah harus mengambil peran aktif dalam mempercepat transformasi digital dan mendampingi pelaku usaha budaya, industri kreatif berbasis budaya masuk ke ekosistem digital global”, ujar Dr. Raden Stevanus.
Selain itu Dr. Raden Stevanus menyampaikan minimal ada langkah strategis seperti penguatan rantai pasok lokal, peningkatan kualitas dan sertifikasi produk, Akselerasi Regulasi Yogyakarta Smart Region/Province, mendorong ekosistem ekspor digital, hingga sinergi dan kolaborasi pelaku usaha dalam menghadapi potensi guncangan ekonomi global.
Guncangan ekonomi global bukan alasan untuk stagnasi. Justru ini saatnya Yogyakarta menunjukkan bahwa kekuatan budaya dan pariwisata bisa menjadi penopang ekonomi yang berkelanjutan, inklusif, dan tangguh.
“Kota Budaya tidak hanya bertahan. Ia tumbuh karena jati dirinya. Dan itulah kekuatan strategis DIY untuk menghadapi dunia yang berubah,” tutup Dr. Raden Stevanus.